Tentang Waktu
Ini cerita tentang waktu, yang terus berputar tak peduli dengan ruang yang dilewatinya. Waktu adalah sesuatu yang paling berharga namun habisnya tak pernah terasa. Jika usia bertambah, kehidupan berubah, penghasilan bertambah, namun waktu pasti akan hilang meninggalkan jejak-jejak dari pilihan. Bahkan Allah bersumpah demi waktu bahwa manusia itu merugi.
“Demi waktu. Sesungguhnya manusia dalam keadaan rugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih serta saling menasihati tentang kebenaran dan kesabaran” (TQS. Al Ashr : 1-3)
Setiap yang bernyawa telah Allah tentukan waktunya.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan
mati.” (TQS. Ali Imran: 185)
Tiap-tiap umat mempunyai batas
waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaatpun dan tidak dapat memajukannya.” (TQS Al A’raaf:34)
Tak ada yang abadi di dunia ini, semua terbatas, berawal dan akan berakhir. Matahari akan terbenam beriring terbit lembayung digantikan rembulan yang akan sirna. Bahagia berganti sedih diwarnai duka dan luka kemudian semua juga akan lenyap. Manusia lahir, tumbuh menjadi dewasa kemudian menua dan akhirnya pergi untuk selama-lamanya. Begitu juga dengan bencana datang kemudian nanti akan berlalu.
Benar semua dari Allah, namun ada wilayah yang manusia kuasai, ada andil manusia dengan semua yang terjadi. Ada pilihan-pilihan yang kemudian memberikan dampak pada kehidupan kita sebagai manusia. Bersabar iya, tapi bukan pasrah dengan keadaan karena waktu terus bergerak walaupun manusia berhenti.
Roda kehidupan kian berputar, berawal dari satu titik untuk beranjak mencapai titik tujuan. Hiruk pikuk dunia selalu kita jalani, tak ada yang salah karena kita penuhi kebutuhan pokok dan naluri sebagai manusia. Setelah semua tercapai lalu apa? apalagi yang hendak dicari oleh kita manusia?
Bagi seorang muslim tentu pemenuhan ini ada aturan agar tak dipenuhi secara sembarangan. Namun muara semua itu bagi muslim adalah Allah, baik buruknya karena Allah, memilih sesuatu juga harus karena Allah. Agar tak menjadi orang yang merugi maka semua pemenuhan di dunia tentu ikut prosedur yang telah ditetapkan-Nya agar kembali pada-Nya tanpa cacat.
Jika ingin sarjana saja kita harus belajar untuk mempermudah kehidupan di dunia, apalagi untuk akhirat. Tentu kita juga harus belajar agar mudah kehidupan setelah kematian. Disaat waktu yang dipunya tidak disibuk dengan kebaikan pasti akan digantikan oleh kemaksiatan.
rumahmediagrup/firafaradillah