Aku Ini Jiwa
Aku ini jiwa, rapuh namun kuat
Kuat namun rapuh
Kadang kuat dan banyak rapuh…
Kau…!!! Jangan kau caci jiwa, karena inilah aku
Sering terbuai dalam lantunan syair dosa
Sering terbakar dalam alunan melodi nafsu
Tapi bisa tersentak dengan dengungan panah nasihat
Aku ini jiwa, jangan kau andalkan aku
Kau sematkan diri, aku penguasa
Kau puja aku, sebagai penuntun
Tapi saat jatuh dalam nista
Kau salahkan jiwa
Hei, berhentilah merengkuh nafsu…!!!
Karena aku lemah
Latihlah syaraf dalam bongkahan dagingku
Karena aku jiwa
Mengalir ke mana pun kau bawa…
makna di balik Puisi dan Sajak
Tokoh utama dalam sajak pertama ini adalah jiwa (aku), tokoh keduanya adalah manusia si pemilik jiwa itu sendiri (kamu). Tetapi, sebenarnya sajak ini seolah-olah sedang berbicara sendiri. Sajak ini aku tuliskan sebagai renungan/muhasabah yang kulakukan di tengah malam.
Setiap manusia yang bernyawa pasti memiliki yang satu ini, dialah jiwa. Kondisi jiwa adalah cerminan dari perilaku manusia. Bila perilakunya baik, maka jiwanya pun akan ikut baik, jika perilakunya buruk jiwa akan ikut membusuk. Jiwa diibaratkan sebagai fitrah, dan manusia diibaratkan sebagai pelaku fitrah.
“Aku ini jiwa | rapuh namun kuat | Kuat namun rapuh | Kadang kuat dan banyak rapuh…” Fitrah seorang manusia pada satu keadaan jiwanya lemah, dan pada keadaan lainnya jiwanya kuat, tergantung bagaimana manusia itu menafkahi jiwanya tersebut, akan tetapi kebanyakan manusia, jiwanya rapuh karena tidak bisa menjalankan fitrah dengan baik.
“Kau…!!! Jangan kau caci jiwa, karena inilah aku | Sering terbuai dalam lantunan syair dosa | Sering terbakar dalam alunan melodi nafsu | Tapi bisa tersentak dengan dengungan panah nasihat” Manusia, sering menyalahkan diri sendiri jika dirinya tidak dalam keadaan baik. Namun, manusia tidak sadar bahwa keadaannya disebabkan oleh dirinya sendiri, sesuai dengan sifatnya; mudah berbuat dosa, tidak bisa menahan nafsu, tapi bukan tidak mungkin akan kembali pada keadaannya semula jika dinasihati.
“Aku ini jiwa, jangan kau andalkan aku | Kau sematkan diri, aku penguasa | Kau puja aku, sebagai penuntun | Tapi saat jatuh dalam nista | Kau salahkan jiwa” Penegasan dari bait sebelumnya, tentang sifat manusia yang sering membanggakan diri tetapi saat terpuruk, ia menyalahkan fitrahnya.
“Hei, berhentilah merengkuh nafsu…!!! | Karena aku lemah | Latihlah syaraf dalam bongkahan dagingku | Karena aku jiwa | Mengalir ke mana pun kau bawa…” Seringkali kita sebagai manusia diingatkan oleh kata hati/suara bathin/bisikan jiwa untuk tidak melakukan hal-hal buruk, tetapi banyak dari manusia yang tidak mengindahkan bisikan dari jiwa, malah menuruti nafsunya yang tiada habis-habisnya.
Bagaimana makna menurut versimu?
(diambil dari buku “50 Sajak jiwa” Karya Ilham Alfafa)
rumahmedia/alfafa