Barakallahu fi Umrik
Ulang Tahun. Begitulah kebiasaan kita mengungkapkan kata terhadap hari di mana kita awal lahir berojol kedunia ini. Siapa yang tidak pernah mengalami pesta kecil-kecilan ketika usia kita masih begitu kanak-kanak. Pasti rasa bahagia lah hal yang pertama akan dirasakan.
Sampai sekarang banyak yang masih memanjakan anak-anak kita dengan hari kelahiran. Dimana mereka para orang tua sibuk mengatur jadwal, berbelanja segala keperluan untuk persiapan acara yang akan diperhelatkan, bahkan sampai ada yang mengusung kata kemewahan.
Padahal, kegiatan semacam itu kalau tidak dengan niatan baik, maka akan hancurlah pahala kebaikannya. Justru sebaiknya kita cukup bersyukur saja dengan umur yang sudah di berikan dan selalu mengisi hari-hari dengan amal baik yang sekiranya bisa kita lakukan untuk menambah pahala kebajikan.
Menurut pendapat Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin, yang menjelaskan tentang Hukum Merayakan Ulang Tahun Anak, beliau menyatakan bahwa dalam hal perayaan ulang tahun anak tidak lepas dari dua hal ;
(1) dianggap sebagai ibadah,
(2) hanya adat kebiasaan saja.
Kalau dimaksudkan sebagai ibadah, maka hal itu termasuk bid’ah dalam agama Allah. Padahal peringatan dari amalan bid’ah dan penegasan bahwa dia termasuk sesat telah datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ كُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
“Jauhilah perkara-perkara baru. Sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan berada dalam Neraka”.
Namun jika dimaksudkan sebagai adat kebiasaan saja, maka hal itu mengandung dua sisi larangan.
Pertama.
Menjadikannya sebagai salah satu hari raya yang sebenarnya bukan merupakan hari raya (‘Ied). Ini berarti suatukelalancangan terhadap Allah dan RasulNya, dimana kita menetapkannya sebagai ‘Ied (hari raya) dalam Islam, padahal Allah dan RasulNya tidak pernah menjadikannya sebagai hari raya.
Saat memasuki kota Madinah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati dua hari raya yang digunakan kaum Anshar sebagai waktu bersenang-senang dan menganggapnya sebagai hari ‘Ied, maka beliau bersabda.
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْر
“Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha”.
Kedua.
Adanya unsur tasyabbuh (menyerupai) dengan musuh-musuh Allah. Budaya ini bukan merupakan budaya kaum muslimin, namun warisan dari non muslim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”.
Kemudian panjang umur bagi seseorang tidak selalu berbuah baik, kecuali kalau dihabiskan dalam menggapai keridhaan Allah dan ketaatanNya.
Sebaik-baik orang adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya. Sementara orang yang paling buruk adalah manusia yang panjang umurnya dan buruk amalanya.
Karena itulah, sebagian ulama tidak menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak. Mereka kurang setuju dengan ungkapan : “Semoga Allah memanjangkan umurmu” kecuali dengan keterangan “Dalam ketaatanNya” atau “Dalam kebaikan” atau kalimat yang serupa.
Alasannya umur panjang kadangkala tidak baik bagi yang bersangkutan, karena umur yang panjang jika disertai dengan amalan yang buruk, semoga Allah menjauhkan kita darinya, dan hanya akan membawa keburukan baginya, serta menambah siksaan dan malapetaka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ﴿١٨٢﴾وَأُمْلِي لَهُمْ ۚ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (kearah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana amat teguh”. [Al-A’raf : 182-183]
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ ۚ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا ۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan janganlah sekali-kali orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah labih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka, dan bagi mereka adzab yang menghinakan”. [Ali-Imran/3 : 178]
Setelah kita membaca secara jelas penjelasan di atas, ada benarnya juga bahwa semua sikap bergantung dengan niatan amalan masing-masing. Semoga Allah mengampuni setiap dosa-dosa karena kebodohan dan kealfaan kita atas suatu perkara.
Tetaplah bersyukur atas apa yang telah dianugerahkan kepada kita dengan kesyukuran sebenar-benarnya syukur.
Semoga umur kita selalu diberi keberkahan pula. Aamiin Yaa Rabbal’alamiin.
Sumber :
[Fatawa Manarul Islam 1/43]
[Disalin dari kitab Fatawa Ath-thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penyusun Yahya bin Sa’id Alu Syalwan, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu]
22 September 2005 in category Fiqih: Anak
rumahmediagrup/allyssetia
Nice share, Mbak. Barakallah 👍👍
Barakallahu fikum,,
Aamiin yra🙏💟