Ingin Boom “Like” tapi Malas Me-like, Adilkah?
Zaman now adalah zaman di mana kita hidup di dunia maya dengan berbagai macam platform komunikasi semacam facebook, line, twitter, instagram, dan sebagainya. Segala bangsa, golongan usia, berbagai latar belakang pendidikan, semua tumplek blek di dunia maya. Yang namanya komunitas, jumlahnya ratusan. Tinggal kita memilih mana yang sesuai dengan minat yang disukai.
Ada yang membuat akun medsos sekadar ikut-ikutan, stalking, cari jodoh, dan lain-lain. Semua memiliki motif dan tujuan sendiri. Termasuk bagi orang-orang yang rajin memosting sesuatu untuk mendapatkan boom like dari pembacanya. Bahkan banyak juga tawaran-tawaran dari yang gratis hingga berbayar agar kita bisa mendapat boom like untuk membantu melariskan online shop atau pun posting-an harian. Biar kalau banyak like hingga puluhan ribu atau jutaan, maka biasanya rupiah ikut mengalir ke kantong pribadi. Sebuah hal yang cukup menggiurkan, bukan?
Satu hal menarik yang sering saya temui adalah “omelan” beberapa penduduk dunia maya, baik lewat posting-an pribadi maupun lewat komentar di grup-grup komunitas online, yang terdengar seperti mengeluh ketika like pada posting-an yang dibuatnya tak bisa menghasilkan banyak like dari pembaca atau penghuni dunia maya yang sempat mampir ke posting-annya. Segala macam keluhan itu disampaikan. Dari cara halus, menghiba, saling sindir, hingga yang bernada keras mengatas namakan “apresiasi terhadap si empunya tulisan agar senantiasa terpacu menulis”.
Wajarkah seperti itu? Mungkin wajar bagi para pedagang online yang ingin barang-barang yang dijualnya bisa laris manis dan mendulang rupiah dalam jumlah banyak. Mungkin juga wajar bagi para penulis atau pembuat karya lainnya sebagai ajang tes pasar terhadap hasil karya yang dibuatnya. Bila respon masyarakat baik, maka mungkin bisa mem-boost semangat agar terus berkarya.
Yang menurut saya pribadi tak wajar ialah ketika para penduduk dunia maya saling menyerang dan menuding. Saling menuntut untuk memberikan like pada setiap hasil karya yang di posting di medsos. Senang diberi like saja, tapi malas membalas like. Bila ada temannya yang tak pernah memberi like, akan dihapus dari list pertemanan. Yang terekstrim, menyebutkan “daripada menuh-menuhi list” . Wah, betapa mengerikannya pertemanan di dunia maya. Hanya berdasarkan pamrih “like” sajakah?
Jika ada yang berpendapat tak mengapa tak ada boom like, yang penting menulis atau memosting hal-hal bermanfaat lainnya. Yang penting posting dan berbagi untuk tujuan yang positif. Jujur bagi saya, hal ini bukan bentuk kepasrahan dan ketidak berdayaan meraup banyak like. Tetapi bentuk optimisme dan semangat untuk terus “berbuat” dan menjadi “pelaku” daripada hanya sekadar menjadi “penikmat” saja. Takkan menjadikan ketiadaan like pada posting-an karyanya menjadi alasan untuk berhenti berkarya.
Ketika kita memiliki tuntutan pada sesuatu atau seseorang, dan ternyata tidak terpenuhi, biasanya malah membuat kita jadi stres sendiri, kan? Kita jadi sibuk uring-uringan, marah-marah tak jelas. Belum tentu juga orang yang menjadi sasaran kemarahan atau omelan kita akan ikut peduli.
Akibatnya selain marah-marah, timbul rasa benci yang melahirkan permusuhan. Saling menjatuhkan, menghasut, menjelekkan …. Ah, betapa tidak menyenangkannya kehidupan ini bila hari-hari kita hanya disibukkan untuk hal-hal “receh” semacam itu.
Rasa marah, benci, permusuhan, hanya akan membuat dunia terasa semakin sempit. Apa asyiknya hidup yang hanya sekali diisi dengan hal-hal negatif seperti itu? Kenapa tidak kita isi hari-hari yang ada untuk mengerjakan hal-hal yang positif?
Jadi bila ada pertanyaan, “Suka diberi like tapi tak pernah me-like, adilkah?”
Saya akan balik bertanya, “Apakah memberi like adalah sebuah pahala dan tidak memberi like adalah sebuah dosa?”
Sebab saya berkeyakinan bahwa tanpa boom like pun, sudah bersyukur ada orang yang singgah dan membaca tulisan atau posting-an saya. Artinya pesan dari posting -an tersampaikan. Tidak pernah sedikit pun merasa iri pada orang lain yang posting -annya dipenuhi like atau komentar. Take it easy aja. Lebih baik sibuk memikirkan tema atau judul baru daripada sibuk memeriksa jumlah like atau pun komentar yang datang.
Begitu pula saat memperlakukan posting -an orang lain. Bila isinya bagus dan bermanfaat, saya pasti takkan sungkan untuk memberi like. Bila tidak menyukai suatu posting -an, tak usah memaksakan diri memberi like karena takut dihapus dari friend list. Terlalu naif kedengarannya, bukan?
Jadi, suka diberi like tapi tak pernah balas meng-like, adilkah? Saya rasa tak ada jawaban mutlak karena setiap orang pasti punya jawabannya masing-masing. Yang harus terus dilakukan adalah terus saja berkarya. Mintalah like dari-Nya, agar apa pun yang kita hasilkan, sesuai dengan keinginan-Nya.
Salam literasi.
***
rumahmediagrup/rheailhamnurjanah