It’s Okay To Make Mistakes, Bunda.
“Bundaaaa, where’s my art supply?!”
—–
“Oh, my! Astagfirullah! I’m so sorry, Rayyan. I forgot to buy the mirror and poster paint! I thought I still have time to buy! So sorry!”
Saya tidak selalu benar dan organized sebagai seorang ibu. Kadang ada saja kesalahan kecil yang saya buat. Biasanya terjadi kalau saya menunda-nunda suatu pekerjaan.
Buktinya adalah pagi itu.
Minggu sebelumnya, si bungsu Rayyan sudah memberitahu saya untuk mempersiapkan cermin dan cat poster untuk pelajaran Seni Rupa di sekolahnya. Saya sudah berjanji akan membeli barang-barang tersebut pada hari Sabtu. Dan, saya lupa. Kemudian saya berjanji lagi untuk membelinya di hari Selasa. Namun, lagi-lagi saya lupa.
“Maafkan Bunda, Nak.”
Untuk menebus rasa bersalah, pagi itu saya memacu kendaraan dan pergi ke sebuah supermarket di dekat rumah, yang buka 24 jam. Sementara anak-anak berangkat sekolah ditemani sang ayah yang juga sedang sakit gigi. Di tengah perjalanan, saya baru ingat kalau saya belum memberi mereka uang jajan. Padahal hari itu adalah jadwal mereka jajan di kantin sekolah. Mereka memang hanya boleh membeli makanan di kantin setiap hari Kamis. Sehingga saya juga tidak membekali mereka dengan makanan apapun seperti hari biasanya. Apesnya lagi, saya lupa memberi tahu suami.
To make it worse, ternyata supermarket yang saya datangi, tidak menjual cermin dan cat poster. Saya kembali ngebut menuju sebuah toko kelontong di pasar dekat rumah.
Aaaaarrgghhh! Semua toko masih tutup!
Tanpa putus asa, saya mencoba berlari menyusuri deretan toko melewati pasar basah dan membaui aroma deretan ikan segar di pagi hari. Alhamdulillah! Ada satu toko kelontong yang sudah buka walaupun sang pemilik tampak sedang sibuk mengemasi beberapa rak. Saya nyelonong saja masuk dan mencari keberadaan si cermin.
Ketemu! Alhamdulillah!
Secepat kilat saya membayar dan berlari ke arah parkiran mobil. Saya harus tiba di sekolah sebelum mata pelajaran Seni Rupa Rayyan dimulai. Sekaligus memberikan uang jajan untuknya dan sang Kakak.
“Thank you, Bunda. I love you so much. Go home and rest, ok? I’ll see you after school,” kata si bujang kecil melihat saya berpeluh dan tersenyum sambil menyerahkan cermin. Saya sampai tidak sempat berdandan sama sekali, lho. Hanya polesan tipis lipstik berwarna fuschia yang lumayan menyelamatkan wajah pucat saya.
Alhamdulillah. Dengan tenang saya berjalan pulang. Kepala saya sudah membayangkan akan sarapan mie instan penuh dengan cabai pedas pagi itu, karena saya mulai mabuk, mungkin karena lapar. Untungnya, apartemen saya hanya dipisahkan 1 blok saja dari sekolah anak-anak.
Tiba di rumah kemudian saya berganti baju dan mulai membereskan barang berserakan yang saya tinggal pagi tadi. Ah, saya sampai lupa melipat meja setrika di kamar Rayyan yang saya pakai dini hari itu. Di atas tempat tidurnya, saya melihat tas berwarna oranye yang biasa ia pakai untuk menyimpan semua peralatan seninya. Dengan dada berdebar, saya mencoba mengecek isinya sambil berharap semoga ia membawa tas yang lain.
Alamak! Semua peralatan seninya ada di dalam tas itu!
TASNYA KETINGGALAN!!!!
Ya Allah! Saya baru tinggal pagi tadi saja dan semua kacau balau. Akhirnya saya kembali berganti baju dan berlari kecil menuju sekolahnya. Sebenarnya Rayyan sudah menyiapkan semua barang bawaan di malam sebelumnya, seperti biasa. Namun saya juga lupa mengingatkannya untuk membawa tas oranye itu, karena terlalu fokus memikirkan si cermin dan cat poster.
Jika saja ia lupa akan sesuatu hal karena kecerobohannya, saya tidak akan repot-repot membantu. Saya membiasakan anak-anak bertanggung jawab atas kesalahan yang mereka buat. Tapi pagi ini pengecualian, karena kesalahan ada pada saya. Saya tidak disiplin dan menunda-nunda pekerjaan. Hal yang sebenarnya kerap saya ingatkan pada anak-anak di rumah.
“Don’t delay. Do it immediately. Because sometimes later can become never.”
Maafkan Bunda ya, Nak.
Sesampainya di sekolah, saya kembali meminta tolong pada resepsionis di kantor sekolah, yang waktu itu sedang sarapan. Sampai tidak enak rasanya saya terus menerus mengganggunya sedari pagi. Peraturan sekolah memang tidak membolehkan saya menghampiri anak-anak di kelasnya masing-masing. Mereka yang harus datang dan menemui saya di General Office atas panggilan sang Resepsionis.
Maafkan saya, Kak. Peace!
Sejurus kemudian sambil terengah-engah, putra bungsu saya kemudian menghampiri dan memeluk saya.
“Thank you so much, Bunda. I was thinking hard on what excuse should I tell my Teacher until I forgot to bring my art bag. I told her that my Mother doesn’t have a big mirror. Only a small one on her powder case. Thank you for helping, Bunda. I love you the most. So sorry to trouble you,” katanya dengan manis sambil sambil mencium kening saya.
It’s okay to make mistakes, Moms. Anggap saja ini sedikit sentilan agar kita tidak pernah lupa untuk selalu mempersiapkan segala sesuatu dengan baik. Jangan menunda pekerjaan, karena ia hanya akan membuat pekerjaan kita menumpuk.
There’s no such thing as a perfect mother
But a million ways to be a good one
I may not be perfect, but I’m trying my best.
Now, let me have my cup of coffee and instant noodle to keep me sane.
rumahmediagrup/rereynilda
Gak kebayang kalang kabutnya. Emak is the best
Haai mba Lelly..ketemu di WP😘😘
Hahahaha! Sampe gak sempet dandan coba. 🤣
Kereeeen banget Mbak😍😍
Makaci, Mbaakk. Berbagi kalang kabutnya Emak 🤣🤣
Ikutan tegang bacanya, Bunda …😅
Hahahaha. Apalagi ngelakuinnya Mbak. Phew! Macem ikut triathlon. 🤣🤣
kereen
Makaci Mbaakk. ❤️
Membayangkan betapa riuwehnya punya anak usia sekolah. 😁😁😁
Beuh! Riweuhhhh. Hahahaha! Untung sekolah cuma sebelah rumah.
So sweeeet 😍
Makaci Mbakk. ❤️❤️