Manipulator Agama Dalam Tinjauan
Pasca dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden, hari ini masuk 100 hari pertama masa kerja Presiden dan jajarannya. Sebagai langkah uji coba dan mendedikasikan bahwa yang duduk di sana punya kapasitas dan kapabilitas. Sehingga rakyat Indonesia percaya pada kinerja Presidennya.
Pemberantasan radikalisme dengan deradikalisasi saat ini menjadi salah satu program utama Presiden Joko Widodo bersama Kabinet Indonesia Maju yang baru saja dilantik. Namun karena dinilai tidak begitu familiar di telinga masyarakat bawah, maka pemerintah membuat istilah baru dengan sebutan manipulator agama, sebagai pengganti radikalisme.
Namun, jika dilihat lebih jauh manipulator agama ini dinilai akan berdampak lebih parah dan fatal. Manipulator sendiri dimaknai sebagai sudah tahu kebenaran tetapi mencoba membalikkannya. Alasannya mereka ekstrem memahami agama tapi tidak belajar agama seutuhnya. Artinya agama dijadikan sebagai tameng untuk membenarkan setiap apa yang dilakukan baik oleh individu ataupun kelompok.
Sayangnya, istilah manipulator agama mempunyai konotasi negatif terutama terhadap Islam, para ulama, serta aktivis dakwah, sebagaimana istilah radikalisme. Karena memang sasaran tembaknya tidak berubah. Beberapa tokoh pun menyayangkan kebijakan ini.
/Pendapat Tokoh Tentang Manipulator Agama/
- “Kata radikal semakin berdampak buruk apabila diganti dengan manipulator agama. Kata manipulator di sini bila dipahami, artinya orang yang sebenarnya mengetahui agama tetapi mencoba memanipulasinya. Istilah ini dapat berefek negatif kepada ulama-ulama,” ujar Ustaz Mursalin Basyah.
Dikhawatirkan, istilah ini menyalahkan ulama sehingga masalah menjadi lebih parah. Kalau mau menggunakan kata ekstrem, muncul persoalan siapa yang paling berhak mengindentifikasi sebuah pemahaman itu ekstrem.
“Itu akan menjadi persoalan baru. Kita harus tahu indikator sebuah pemahaman itu ekstrem,” kata da’i kondang di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar ini.
(https://www.acehtrend.com/2019/11/07/istilah-radikalisme-diganti-dengan-manipulator-agama-dinilai-berefek-negatif-pada-ulama/)
- Dilansir TribunWow.com melalui channel YouTube Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (5/11/2019), Sudjiwo Tedjo merasa istilah manipulator agama bagi pelaku tindak radikalisme kurang tepat Menurutnya, orang yang pantas disebut manipulator agama adalah politisi. “Nah sekarang manipulator, manipulator agama ini yang pasti enggak tepat. Manipulator agama itu politisi,” tegas Sudjiwo Tedjo.
Pasalnya, politisi sering menjadi terlihat berpenampilan regilius mendadak saat kampanye tiba.
“Yang setiap kali kampanye itu pakai haji, pakai songkok, pakai kopiah. Itu memanipulasi agama itu,” tegasnya.
(https://m.tribunnews.com/nasional/2019/11/06/kritik-usulan-jokowi-soal-istilah-manipulator-agama-bagi-pelaku-radikal-sudjiwo-tedjo-itu-politisi)
Sehingga jika istilah manipulator agama tetap dipaksakan untuk dilempar ke pasaran, dengan definisi yang ambigu, maka bisa dipastikan banyak pihak yang dirugikan. Pemerintah diharapkan bisa arif dan bijaksana dalam hal ini, karena rakyat bukan konsumen tempat melakukan tes pasar dalam setiap kebijakan.
Endah Sulistiowati
Rumahmediagrup/endahsulis1234