Sambut Masalah Secerdas Elang
Adakah yang pernah alami masalah yang begitu besar? Seakan masalah itu tiada akhir dan semakin menyiksa. Seolah otak kita terasa sangat buntu walau hanya sekadar membayangkannya.
Tidur seakan tak pernah nyenyak, walau hanya sekejap memejamkan mata. Makanan lezat tak sedikit pun menyentuh selera, hambar. Bahkan air putih pun terasa duri saat menelannya. Parahnya lagi, kita merasa seolah waktu bergerak begitu lambat dan Tuhan sangat tak adil kepada kita.
Jika ada yang pernah, maka tos dulu.
Dulu, di masa belasan tahun usia saya. Masa di mana emosi begitu labil. Masa pencarian jati diri, itu kata orang-orang. Masa di mana ego adalah segalanya. Masa itu adalah masa apa yang diinginkan harus didapat.
Jatuh cinta dan putus karenanya adalah rasa yang sangat menyakitkan waktu itu. Kehilangan kasih sayang orangtua adalah hal yang teramat menyedihkan. Kehilangan seorang sahabat yang selalu bersama kita adalah hal paling mengharukan.

Keberadaan orang-orang terdekat yang mampu memotivasi adalah pahlawan pada masa itu.
Di saat kelabilan itu menghampiri. Maka, akan ada dua pilihan penentu hidup untuk masa yang akan datang. Pilihan menentukan, apakah kelabilan itu membuat kita memilih cara pintas ataukah cara sulit namun penuh hikmah?
Syukurnya di masa seperti itu, Tuhan masih memercayai saya untk memilih hal sulit. Semua masalah yang seolah beban terberat di pundak kehidupan, menjadi beban terindah yang menempa masa depan.
Tahun berganti. Tak ada ujian yang terhenti. Semua karena Tuhan selalu menguji. Hanya semata agar iman tetap di hati.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabut : 2)
Saya percaya dan banyak belajar dari masa lalu. Bahwa tak ada hal yang sia-sia yang diberikan Tuhan kepada kita. Semua akan ada hikmahnya.
Baik atau buruk jalan kita lalui. Sulit atau mudah, manis atau pahit rasanya bumbu kehidupan.
Ada kalanya semua begitu buruk di mata kita, namun begitu indah di mata-Nya. Kita hanya akan mampu melihat keindahan itu jika mau sedikit bersabar.
Meyakini bahwa ada telaga di antara panjangnya gurun sahara yang membentang. Masa lalu adalah cermin kehidupan. Pelajaran berharga yang tak bisa kita dapat kecuali jika telah melewatinya.
Jika kini masalah itu kembali menghampiri. Yakinlah setelah kesulitan akan ada kemudahan.
Setiap masalah akan ada jalan keluarnya. Sesulit-sulitnya kita mencari solusi, maka solusi terbaik adalah dari-Nya.
Saat kita telah berusaha dan berpasrah diri kepada-Nya, maka di sanalah keajaiban itu akan datang. Keajaiban yang disebut rahmat.
Rahmat Tuhan akan datang dari jalan yang tak pernah kita duga dan sangka. Karena sejatinya daya pikir kita hanya sebatas yang kita mampu. Dari setetes ilmu di antara lautan ilmu yang Dia miliki.
Lantas di saat masalah menghampiri, kita seolah begitu mudah menghakimi-Nya. Memberikan vonis bersalah kepada-Nya. Memberikan timbangan tak adil untuk-Nya. Hanya dengan setitik ilmu, kita melakukannya.
Bahkan kecepatan keputusan kita melebihi sang hakim di pengadilan yang harus menunggu bukti dan saksi-saksi.
Tuntutan kita begitu besar, namun tanggung jawab dilupakan. Permintaan kita begitu banyak, namun kewajiban diabaikan.
Ah, malu rasanya saat saya harus mengingat tentang sebuah cerita. Cerita tentang seekor Elang.
Ada yang pernah melihat Elang?
Saya rasa hampir semua orang tahu apa itu Elang. Paling tidak pernah mendengar namanya.
Jika unggas lain membenci badai, maka elang malah mencintainya. Ia akan merentangkan sayapnya menunggu badai tiba.
Di saat yang lain menganggap badai adalah hal yang harus dihindari, maka elang justru menantinya.
Di saat yang lain menganggap badai adalah masalah berbahaya, maka elang justru menghadangnya untuk ia manfaatkan.
Kekaguman saya pada elang, membuat saya menggambarkan perjuangan elang ini pada harapan seorang Sky. Tokoh utama dalam calon novel saya berjudul END (Ever or Never Do) di wattpad https://my.w.tt/yWOztRdFf1
Yah, elang tak pernah pergi ketika badai datang. Ia justru senang dengan badai tersebut. Terbang lebih tinggi mengangkasa kemudian menunggu badai tiba.
Di saat itulah, elang memanfaatkan badai yang mengantarkan angin kencang untuk terus mengangkat tubuhnya lebih tinggi.
Tanpa ia mengepakkan sayapnya.
Badai membuatnya beristirahat sejenak dari aktivitas mengepakkan sayap di kala terbang. Badai menjadi hal yang ia nanti dan sukai.
Jika kita mampu seperti elang. Mungkin tak akan ada keluhan yang terlontar saat masalah datang.
Seperti orang-orang yang membangun kincir angin saat angin kencang menghampiri di saat yang lain saling meninggikan benteng untuk menghindarinya.
Masalah adalah ujian untuk meningkatkan keimanan seorang hamba.
Jika elang terbang tinggi untuk menghadapi badai. Maka, alangkah eloknya seorang mu’min meningkatkan ruhaniyahnya untuk menggapai tingkat tertinggi.
Masalah adalah nikmat. Masalah adalah anugerah. Masalah adalah keindahan. Masalah adalah rezeki yang tersembunyi.
Itulah mindset yang saya coba terapkan. Meski tak sepenuhnya berhasil. Paling tidak akan membuat saya mampu mengurangi keluh kesah. Paling tidak membuat saya mensyukuri bahwa Tuhan menyayangi.
Jadi , bagaimana dengan Anda?
rumahmediagrup/walidahariyani