
Siapa Ilmu Ekonomi?
Ada pertanyaan mendasar yang mengganggu saya hampir beberapa minggu ini. Ketidakmampuan saya menjawab pertanyaan: siapa ilmu ekonomi? Jenis kelaminnya apa? Batasannya mana?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan benih badai retorika berpikir, yang bisa menjelma menjadi badai emosi. Cara berpikir ilmu ekonomi Marxisme ataupun lainnya yang kita kenal, yang mungkin tidak kita sadari telah mendarah daging, berhasil tumbuh dalam alam bawah sadar kita bahwa ilmu ekonomi adalah aktivitas keuntungan dan rugi secara materi, lingkup produksi, konsumsi dan distribusi. Pendekatan makro maupun mikro.
Hasil pendidikan ilmu ekonomi yang saya pelajari mulai saat sarjana di desain secara masif terstruktur. Buku-buku ekonomi modern barat menjadi kitab suci dan wajib untuk dipelajari. Bahkan buku-buku tersebut saya wajibkan pada mahasiswa saya sekarang. Saat saya mengambil magister, tapi bukan magister ilmu ekonomi. Saat itu saya mengambil pendidikan ilmu multidisplin dan lebih bersifat praktis. Keahlian yang di desain multi ilmu, baik hukum, ekonomi, psikologi, sosial dan birokrasi pemerintahan. Namun multi displin ilmu inilah berhasil merasuki alam bawah sadar saya, bahwa ilmu ekonomi bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Selanjutnya saya mengambil doktor ilmu ekonomi. Dan mulai dari sanalah muncul gejolak yang mungkin saya tanggap sebagai frame berpikir gagap ilmu.
Mengapa demikian? Saya berargumen bahwa saat ini saya menghadapi musuh lama tapi berwajah baru. Yakni soal kelaziman yang sudah menjadi realitas kontekstual, dan dapat ditemui pada topik-topik penelitian. Kontekstual persoalan ilmu ekonomi jaman sekarang telah direfleksikan sebagai ketidaklaziman, dianggap aneh, menentang dan ke luar jalur. Astaghfirullah, inilah yang sebut sebagai gagap ilmu, gagap budaya, bahkan subhat ilmu.
Apakah ilmu ekonomi memiliki wajah dan style khusus yang tidak dapat berubah? Tanpa mengkaji hal lain yang berkolaborasi tanpa meninggalkan ruh ilmu ekonomi tersebut? Sebenarnya apa yang terjadi pada negeri ilmu ekonomi ini?
Rentetan sejarah pemikiran ilmu ekonomi memang sangat panjang. Ranah instutisional telah membentuk karakter baru wajah ilmu ekonomi. Ekonomi kerakyatan representasi ekonomi Indonesia makin masif, rekatan ilmu ekonomi klasik makin hilang. Desain ilmu ekonomi tidak lagi muncul sebagai dependency sekaligus tuntutan masa kini. Digitalisasi, teknologi, dan revolusi industri telah menggiring ilmu ekonomi bukan hanya masifikasi kekhususan topik persoalan penelitiannya. Namun menghidupkan ilmu ekonomi dengan topik lain yang lebih fit dan fresh.
Model baru dalam desain penelitian ilmu ekonomi mungkin menjadi inspirasi para akademisi dan harusnya bisa berkembang tumbuh pada topik-topik kekinian. Paradigma baru ilmu ekonomi harusnya bergeser pada ekonomi murni, tetapi dibangun dari logika persoalan kekinian. Dengan demikian, value ilmu ekonomi akan lebih berorientasi pada nilai manfaat ilmu. Bukan hanya dogma-dogma, dan tidak tumbuh dalam kegagapan nilai budaya kekinian.
Berdasarkan semua itu, kemudian saya simpulkan aktivitas keilmuan ekonomi sebagai jejaring gagap budaya ilmu. Dengan demikian, internalisasi kebudayaan ilmu ekonomi ditangkap tanpa menghilangkan makna ilmu ekonomi sesungguhnya. Semoga.
rumahmediagrup/Anita Kristina