Sungai Kecil di Padang Pasir
Sore itu, Makkah cerah. Kami serombongan bersiap perjalanan ke Madinah setelah tiga hari menghabiskan waktu yang sangat berkesan di Tanah Haram.
Setelah melewati jalanan Makkah yang lebar dan beraspal mulus, deretan gedung-gedung tinggi, dan pemukiman rumah-rumah kotak bercat cokelat sewarna pasir, sampailah kami di luar kota.
Makkah Madinah kira-kira 6 jam perjalanan dengan bus. Kami menikmati pemandangan gurun dan gunung bebatuan sepanjang jalan. Mentari mulai menurun, senja di langit gurun menyemburat jingga.
Gunung-gunung batu berkejaran. Arab memang identik dengan gunung batu. Hanya beberapa jumput rumput hijau terlihat di pinggir jalan.
Jalanan lengang. Beberapa mobil mewah berdebu berpapasan dengan kami.
Kira-kira separuh perjalanan, kami melihat ada mobil berhenti di pinggir jalan. Penumpangnya satu keluarga, lelaki bergamis putih, perempuan bercadar hitam dan beberapa anak kecil. Mereka tampak asyik melihat sesuatu di pinggir jalan.Tampaknya menarik sekali.
Kami memanjangkan leher, melongok lewat jendela bus yang melaju. Terlihat lah apa yang begitu menarik perhatian warga Arab itu.
Apakah itu?
Kelokan air yang terbentuk di sebuah tanah lapang. Sepertinya tadi hujan cukup lebat. Air memenuhi ceruk pasir dan membentuk sungai kecil.
Sesuatu yang akan kita abaikan di sini, di Indonesia. Sesuatu yang biasa banget. Tak ada menariknya sedikit pun.
Di sana, kelokan sungai kecil itu mampu menghentikan beberapa mobil dan membuat mereka melihat dengan takjub. Bahkan ada seorang pria yang bermain-main di genangan air itu! Dia mencelup-celupkan kakinya dengan bahagia.
Semua itu membuka mata saya. Sesuatu yang bagi kita remeh bisa saja begitu berharga buat orang lain.
Baju-baju yang tertumpuk di lemari kita mungkin berharga sekali bagi tunawisma, atau korban bencana. Makanan yang tersisa di meja makan dan sudah tak dilirik lagi, itu sangat berguna bagi orang yang kelaparan.
Seperti sungai kecil yang sangat berharga bagi orang Arab itu.
rumahmediagrup/meikurnia
👍👍💟💟